Perdebatan tentang singularity—titik ketika kecerdasan buatan (AI) melampaui kecerdasan manusia—tidak lagi hanya ada di ranah futuristik. CEO perusahaan AI seperti Anthropic bahkan menyebut, ini bisa terjadi dalam 12 bulan ke depan. Sebuah prediksi yang mengejutkan dan menantang imajinasi kita tentang masa depan umat manusia.
Teknologi Berlari, Manusia Masih Bertanya-Tanya
Model bahasa besar seperti GPT-4 kini mampu menjawab pertanyaan kompleks, menulis artikel, bahkan berdialog seperti manusia. Kombinasi antara peningkatan daya komputasi (berkat Moore’s Law) dan potensi komputasi kuantum membuat banyak pihak percaya, kita sedang menyaksikan akselerasi luar biasa dalam perkembangan AI.
Namun, apakah kemampuan ini sudah bisa disebut “melampaui manusia” ? Di sinilah perdebatan memanas.
Masih Ada Jurang: Antara Logika dan Kesadaran
Kecerdasan manusia bukan hanya soal logika dan kecepatan berpikir. Ada intuisi, empati, kreativitas, dan kesadaran diri—dimensi-dimensi yang masih jauh dari jangkauan AI saat ini. Tokoh seperti Yann LeCun, kepala ilmuwan AI Meta dan pelopor deep learning, bahkan menyarankan agar istilah Artificial General Intelligence (AGI) diganti menjadi Advanced AI.
“We need to stop pretending that human-level intelligence is a single point to be reached. Human cognition is a very particular configuration of capabilities, not the end goal of intelligence.”— Yann LeCun
Meski demikian, optimisme sebagian kalangan tetap tinggi, apalagi jika quantum computing benar-benar merevolusi cara AI “belajar” di masa depan.
Singularity: Risiko atau Peluang?
Jika AI menjadi lebih cerdas dari manusia, siapa yang mengendalikannya? Apakah masih mungkin mengatur mesin yang mungkin punya agenda sendiri? Di sinilah urgensi etika dan regulasi berbicara.
Kita butuh pemikiran matang soal : Bagaimana AI digunakan dalam kebijakan publik dan sektor bisnis
Siapa yang bertanggung jawab atas keputusan AI
Bagaimana menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah dominasi kecerdasan non-manusia. Singularity tidak hanya soal teknologi, tapi soal keberanian manusia menghadapi cerminan paling ekstrem dari dirinya sendiri.
Kita Harus Bersiap, Bukan Menunggu
Apakah singularity akan datang dalam 12 bulan atau 12 dekade? Tidak ada yang tahu pasti. Tapi yang jelas, diskusi ini tidak bisa ditunda. Dunia pendidikan, dunia kerja, bahkan kehidupan sosial akan terdampak besar jika AI benar-benar melampaui kita.
“The pace of progress in artificial intelligence is incredibly fast. Unless you have direct exposure to groups like DeepMind, you have no idea how fast — it is growing at a pace close to exponential.”— Elon Musk
Dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti ini, kita hanya punya dua pilihan yakni menunggu dan terkejut, atau bersiap dan berperan. (*)
Penulis : Antaiwan Bowo Pranogyo/Praktisi, Dosen STIE Indonesia Jakarta, Instruktur dan Konsultan di bidang SDM, Risk Manajemen dan Internal Audit.